Hai , lama tak jumpa barengan Silvi di acara Ci - Luk - Ba (Ciuman mahLuk Babi ) ?? >> super random.
Jadi inti sebenarnya adalah penulis blog yang super malas , dan lebih suka berhibernasi ini sekarang berasa rindu dengan blog cloverfield ini . Sebenarnya hidup gue sekarang lagi seru ( terlalu banyak tantangan malahan) jadinya jarang update blog .
Disini gue mau cerita dulu kehidupan gue sebagai mahasiswi Jurnalistik semester 5 . Jadi anak jurnal itu seru banget . banyak hal menarik dan pastinya tugas gak monoton , contohnya aja kita pernah disuruh ngeliput event yg ada di Jakarta (gue dkk liput ondel - ondel, sekalian kerja part time jadi ondel - ondel nya), ngeliput video lingkungan , dan menulis artikel dari 1 orang jadi 5 angle yang berbeda . nah loooh . Tapi yang sedih itu anak Jurnal kadang dikategoriin berpakaian kumal , lingkar mata hitam , dan rambut gimbal . coret yang belakang , kami bukan gembel. hahahaa.. ya karena emang kami orang nya cuek cuek ya (lansung pake hi heels 15 cm dan dandan ala Syahrini *bikin jambul) , dan tugas itu datelinenya ganas , katanya sih biar terbiasa dengan dunia kerja yang dari DATEline jadi DEADline . Jadi jangan salah kalo sudah dekat UTS dan UAS biasanya mata anak jurnal itu cute banget , kayak panda * ditabok anak jurnal. Teman - teman di kelas jurnal juga menurut gue asyik pake banget, karena kita ga ada yang rempong ke kampus pamer fashion , atau mamer gadget . Gak tau ya, bawaan kelas gue yg bengini apa semua anak jurnal begini *share dong kalian gimana.
Nah bro dan sis , inia adalah contoh tugas penulisan feature (berita dengan gaya penulisan bercerita) gue , yang berkisah tentang penjual nasi goreng gila terenak sejagad Untar2 (ini serius) . Si abang Ardi ini baik banget , dengan gerobak pinknya membuat hariku menjadi mempesona (sory ini buka iklan ponds , hahahaa) now let's see . hasil karya tulisan saya yang kalo dibaca akan menitikan air , air dari hidung (read: ingus)
Mas
Ardi dan Gerobak Merah Muda Sri Rejeki
Siang itu, matahari
terlihat malu untuk menampakkan dirinya.
Berbeda dengan pemandangan langit mendung, Ardi si penjual nasi goreng
tampak tersenyum sumringah melayani pesanan nasi gorengnya yang laris manis. “Sri
Rejeki” tulisan di gerobak merah muda Ardi yang sesuai dengan harapannya. Agar mendatangkan keberuntungan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari- hari .
Bertempat di pinggir
jalan kampus 2 Untar , kios sederhana Ardi yang bermodalkan terpal , gerobak , satu
buah meja dan beberapa buah kursi menjadi tempat Ardi mencari rejeki untuk
mencukupi kebutuhan keluarganya .Pria berusia awal 40-an , berambut ikal hitam
, memakai baju batik berwarna jingga dan celemek merah di pinggang , dengan
lincah memainkan penggorengannya . Memasak berbagai macam makanan khas tek tek
. Ardi adalah salah satu dari sekian banyak kaum urban yang mencari senggengam
rejeki dari Ibukota Jakarta . Bermodalkan keberanian dan harapan , tak terasa
17 tahun sudah Ardi merantau dari desanya di Pekalongan , Jawa Tengah. Pertama
merantau ke Jakarta, saat itu Ardi berusia 25 tahun , tepat sehabis dia menikah
. Melihat banyaknya pemuda yang merantau di desanya, Ardi memberanikan diri ke
Jakarta untuk mencari pekerjaan “ daripada di desa nyangkul ,uang pas – pas an
,lebih baik saya ke Jakarta “ ucap Ardi.
Bekerja di Jakarta
sebagai tukang nasi goreng , tidaklah mudah bagi Ardi . Satu tahun pertama, Ardi
harus menjajakan nasi gorengnya keliling. Menarik gerobak yang berat, apalagi perawakan
Ardi yang kecil dengan tinggi 150-an , menambah sulit dirinya untuk menarik
gerobak. Akhirnya setelah mengumpulkan modal satu tahun , Ardi memberanikan
diri untuk menyewa kios di samping kampus Untar 2. Disinilah Ardi mulai
mengumpulkan pundi – pundi uang untuk keluarganya di desa. Saat itu anak
sulungnya masih baru lahir , hari – hari yang dijalani Ardi begitu berat, jauh
dari istri dan anak-nya . Tetapi
semangat Ardi tak pernah surut, sama seperti senyumnya . Ardi terus
mengumpulkan uang agar keluarganya bisa hidup lebih baik , anaknya bisa
bersekolah ke tingkat yang lebih baik darinya yang hanya lulusan SD.
Ardi dengan semangat
menceritakan pengalamannya di tahun 1998 , tahun ke-dua berjualan nasi goreng
sekaligus tahun kelabu bagi sejarah Indonesia. “Waktu itu bulan Mei , seluruh
mahasiswa dan penjual di sekitar untar 2 masuk kedalam gedung Kampus. Mall
Citraland dijaga ketat oleh ABRI karena takut dibakar dan dijarah massa . Yang
lebih parahnya lagi ada penjual makanan yang terkena peluru karet.” Ardi menceritakan dengan muka seriusnya .
“Harga beras sebelum tahun 1998 hanya 500 perak 1 liter, naik jadi berkali-
kali lipat.” Tahun 1998 berlalu, Ardi berhasil melawati masa krisis moneter.
Sekarang Ardi menempati
rumah kontrakan sederhananya di daerah Kebon Jeruk bersama putra sulungnya. Jam
setengah 8 Ardi bersiap berangkat dengan bahan makanan, menumpang Bajaj untuk
sampai ke kiosnya . Perlatan masak sudah ada di gerobak merah muda miliknya ,
di gembok rapat. “Kira – kira jam 5 sore saya sudah tutup , sampai makanannya
habislah.” Kata Ardi tersenyum . Lelaki yang memiliki 2 anak lelaki , dengan
anak sulung yang baru lulus SMA ,dan anak bungsu yang duduk dikelas 2 SD ini
mengungkapkan suka dukanya sebagai penjual nasi goreng. “Dukanya itu pas hujan
, orang –orang pada malas keluar gedung , mana disini kalau hujan deras bisa
banjir . Jadinya dagangan sepi. Kalau senangnya saat ada yang memesan makanan
banyak. Waktu itu pernah ada yang mesan 200 bungkus. Saya senangnya minta
ampun”. Senyum Ardi kembali merekah saat
meceritakan sukanya berjualan nasi goreng. foto
: Mas Ardi sedang memasak nasi goreng
Mas Ardi lagi masak nasgor gila |
Saat ini , dengan
penghasilan yang mencukupkan , Ardi mampu membayar sewa kontrak rumah , sewa
kios dan mengirim uang tiap bulannya untuk keluarga di desa. Kadang 2 bulan
sekali , Ardi pulang ke desanya untuk melepas rindu dengan istri dan anak
bungsunya. “ Kalau anak kampus pada libur ya saya nyangkul di kampung.” Ucap
Ardi dengan bahagia, tanpa beban sama sekali. Rasanya kita harus belajar dari
seorang penjual nasi goreng , dimana kegigihan untuk mencari rejeki , sayang
keluarga , dan sering tersenyum menjadi kunci kebahagiaan .
NB: jangan di copas , pegel bikinnya sampai sakit leher .. hahahaa
Salam Ondel -ondel
0 komentar:
Posting Komentar